Jadi, gagal itu… baik? Atau buruk? Siapa yang tahu?
Pada tahun terakhir saya duduk di bangku SMA, saya bingung menentukan pilihan akan kuliah dimana dan mengambil jurusan apa. Setelah mendapat saran dari beberapa orang, akhirnya saya setuju untuk fokus mengambil jurusan kedokteran atau teknik mesin pada kesempatan UMPTN saya.
Mengapa saya mengambil kuliah jurusan itu?
Alasannya sederhana, karena saya tidak ahli dalam menghapal, dan saya malas menghapal… hahahahaha
Tapi saya pun tidak mau ambil resiko. Pada saat itu, masih musimnya IPC, yaitu kita diperbolehkan mengambil pilihan 2 jurusan IPA dan 1 jurusan IPS dalam test UMPTN. Saya memutuskan memilih kedokteran sebagai pilihan pertama, teknin mesin sebagai pilihan kedua, dan akuntansi sebagai pilihan ketiga.
Kenapa jatuh pada akuntansi?. Ya, alasannya sederhana. Karena saya tidak ahli dalam menghapal, dan saya malas menghapal. Dalam benak saya, akuntansi akan berkutat dengan hitungan-hitungan matematis dan bebas hapalan.
Akhirnya UMPTN pun dilalui. Hingga tiba waktunya hari pengumuman, saya sengaja bangun lebih pagi dan segera membeli surat kabar yang memuat pengumuman hasil UMPTN.
Jalan hidup pun mengabarkan pada saya bahwa saya diterima di jurusan akuntansi. Reaksi saya kala itu, setengah kecewa juga setengah menghibur diri. Tapi sejujurnya, rasa kecewalah yang mendominasi perasaan pada saat itu.
Karena kekecewaan saya di awal, saya jadi tidak memiliki semangat dan daya juang ketika dihadapkan pada masalah di perkuliahan. Ketika itu saya jadi bermalas-malasan, dan tidak mengerjakan tugas-tugas kuliah yang seharusnya saya kerjakan. Kalau pun saya mengerjakannya, tugas itu pasti terlambat saya kumpulkan.
Akhirnya nasakom lah saya. Artinya, nasib IPK satu koma…
Saat itu beberapa teman pun memberikan MDS di belakang nama saya. MDS adalah singkatan untuk MaDeSu… Masa Depan Suram… Njritt… Hahahaha
Dengan apa yang telah saya lakukan tersebut, saya pun mendapatkan hasil yang buruk di beberapa mata kuliah. Saya tidak lulus mata kuliah penting, dan harus mengulangnya setahun kemudian. Hal itu berarti waktu kuliah saya bertambah satu tahun lagi.
Parahnya lagi, di semester kedua, kejadian serupa pun terulang. Saya masih bermalas-malasan sehingga saya pun memprediksi pada semester kedua ini nasakom pun akan menghampiri saya kembali.
Ini berarti, saya tidak hanya menyia-nyiakan uang yang dikeluarkan orang tua saya untuk membiayai kuliah, tapi saya juga menyia-nyiakan waktu saja.
Menyedihkan sekali..
Ditambah dengan adanya peraturan Universitas, jika di 2 semester pertama kuliah IPK di bawah 2.0, maka akan ada surat teguran yang dikirimkan ke orang tua/wali mahasiswa.
Setelah kejadian-kejadian itu, akhirnya saya menyadari kekeliran yang telah saya perbuat. Saya mencoba berfikir dan memperbaiki diri. Langkah pertama yang saya lakukan adalah dengan cara mencintai diri sendiri.
Berat memang mencintai diri kembali setelah kesalahan yang telah dilakukannya berulang kali.
Saya pun mengkalkulasi, hubungan dengan jurusan ini akan lanjut atau “elo gue end”.
Kalau hubungan ini bakal berlanjut, saya harus cepat merecovery kesalahan ini dengan terobosan prestasi. Dan saya pun tahu, di Universitas ini, sekedar nilai B pun susah dicari dengan alasan klasik, dosennya killer setengah mati.
Dan kalau hubungan ini harus berakhir, tibalah saatnya saya me-reset diri dan mencoba mempersiapkan segalanya dari nol kembali.
Due to the time is getting closer, keputusan harus segera diambil. Dan akhirnya saya memutuskan, elo gue harus end. Mari kita membuka lembaran dan capture baru kembali. Dan saya pun tahu dan sudah me-list beberapa daftar konsekwensi dari keputusan ini. Dari nol lagi ya… hahahaha
Empat bulan tersisa dari semester kedua saya di jurusan akuntansi pun saya abaikan. Saya lebih fokus pada persiapan diri guna menghadapi UMPTN kembali. Saya bongkar kembali buku-buku dan soal-soal persiapan UMPTN yang telah lama saya museumkan dan hampir setiap sore saya selalu nongkrong di salah satu Bimbel terkenal pada saat itu.
Dikarenakan terabaikan, beberapa teman kuliah pun memperingatkan dan menasehati saya untuk kembali fokus ke perkuliahan apalagi dengan track record nasakom saya sebelumnya.
Jujur, ini membuat saya terkadang oleng untuk melanjutkan hubungan ini kembali. Tapi juga terkadang saya melipir sok tegar dengan mengatakan “sekali layar terkembang, pantang abang pulang..” halahhh.. hahahhaha..
Kesadaran diri pun harus dikuatkan. Biar kapal tidak oleng, saya sebagai nahkoda harus menguatkan kemudi. Let move on… don’t look back to the past…ciaelahhh.. hehehehe
Akhirnya, saya pun mengikuti UMPTN kembali. Biar semakin seru perjuangan saya nantinya, saya tidak akan mengambil IPC kembali. Saya putuskan, saya ambil 2 jurusan IPA saja dan tidak ada lagi pilihan “emergency door” kali ini. Let face the challenge totally 100%. Saya pilih kembali 2 jurusan IPA di UMPTN pertama saya.
Syukur Alhamdulillah, saya pun diterima di salah satu jurusan tersebut. Dan saya tidak mau mengulangi kesalahan sebelumnya. Saya menjalani perkuliahan saya dengan sebaik-baiknya dan saya mengisi waktu luang dengan banyak membaca buku, mengikuti banyak seminar dan pelatihan pengembangan diri. Mendekati semester-sementer akhir, saya bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan terkemuka. Di tempat saya bekerja inilah saya belajar banyak tentang kehidupan. Saya jadi lebih bertanggung jawab terhadap diri saya sendiri. Dan saya mulai punya visi misi yang jelas tentang hidup saya.
Hari ini, saya bersyukur karena mengalami kegagalan pada tahun pertama saya kuliah.
Apabila saya tidak mengalami kegagalan, mungkin saya tidak akan pernah bisa belajar tentang kehidupan. Karena belajar tentang kehidupan, saya jadi lebih baik hari ini.
Saya juga bersyukur karena mendapat nilai rata-rata yang buruk. Dengan begitu, saya jadi punya waktu luang untuk belajar banyak tentang kehidupan.
Suatu hal yang terasa buruk pada awalnya, ternyata bisa berubah menjadi kebaikan. Tergantung bagaimana kita sendiri menyikapinya. Apabila kita menyikapinya dengan baik, hal yang baik akan datang juga kepada kita.
Jadi, gagal itu… baik? Atau buruk? Siapa yang tahu?